Senin, 21 Oktober 2013

Nikmati Perihnya Luka Mencinta



Diam. Bukan berarti bisu. Tak mendengar. Bukan berarti tuli. Tak melihat. Bukan berarti buta. Dan tak selamanya diam itu emas.

Jarak. Itu yang amat kejam memisahkan kita. Membuatku menahan rindu yang berontak meminta diungkapkan. Tapi sungguh konyol. Hanya pengabaian yang kudapat darimu.

Tangis. Bukan mata yang menangis tetapi hati. Air mata ini hanya ungkapan begitu sesaknya rindu yang tak terbalaskan. Entah akan bermuara dimana. Hingga jeritan rindu ini mampu mengoyak air mata yang tenang ini mengalir begitu saja tanpa kusadari.

Bimbang. Itu yang kurasa. Seakan apa yang aku lakukan selalu salah. Hanya karena RINDU. Berbuat INI diabaikan. Berbuat ITU ditinggalkan. Entah apa yang harus kulakukan untuk kerinduan ini. Aku hanya bisa bungkam dengan ribuan kata yang bersarang dalam hati.

Luka yang tak pernah terlihat
Perih yang tak berwujud
Sesak yang dirasa
Hanya uraian tetes air mata sebagai bukti begitu dasyat perihnya luka mencinta


Senyum. Canda. Tawa. Seakan tak ada arti. Semua itu hanya sebagai topeng kesedihan ini. Dilema besar yang pertama kali kualami selama hidupku. Aku hanya bisa berharap pada Tuhan. Semoga skenario-Mu lebih indah. Ada ribuan tetes kepedihan yang terurai. Ada ribuan kebahagiaan yang menanti.


Tersenyum dibalik beban yang dipikul dalam hati
Tertawa dalam tangisan hati
Semua kebahagiaan terasa semu
Abu-abu yang kini mendominasi hidupku.




Sabtu, 19 Oktober 2013

Ingin Menjadi Satu-Satunya BUKAN yang Pertama


Kenapa kehangatan selalu terasa diawal? Apakah karena terlalu lama diabaikan? Hingga rasa dingin ini begitu menyiksa? Lalu ini salah siapa? Entahlah, aku tak bisa menyalahkanmu sayang, mungkin ini hanya perasaanku saja. Tapi mengapa hatiku selalu bertanya? Dan begitu banyak pertanyaan yang tak berani aku ungkapkan. Kejanggalan yang selalu memperkeruh suasana hati. Apakah ada cara untuk menjernihkan lagi suasana hati ini? Menghangatkan rasa yang dingin ini? Jika ada, beri tau aku caranya sayang. Karena aku tak mau merusak hati. Terlalu banyak makan hati. Hingga akhirnya kau rasakan pedihnya hati terluka. Tetes kepedihan yang entah seberapa banyak yang akan dikeluarkan. 


Luka yang entah bisa disembuhkan atau tidak. Atau mungkin, haruskah kita mencari sepotong hati yang baru?  Apakah dihati yang baru itu masih terukir namaku? Tenang sayang, aku tidak memaksa kau tetap menyimpan namaku dihatimu, kuhanya ingin kau selalu mengingat betapa aku sayang padamu. Kau memang bukan yang pertama untukku. Tapi kuingin kau hanya satu-satunya untukku dan aku satu-satunya untukmu.