Entah bagaimana mengawali perkataan
yang aku tulis ini. Karena aku bukan seorang pujangga yang dapat merangkai
kata-kata indah untukmu. Aku hanya ingin mengungkapkan rasa yang slama ini
kupendam. Agar kamu tau, perasaan yang aku alami terhadapmu. Tetapi bukan
maksud untuk mengingatkanmu pada masa lalu yang kini telah menjadi sejarah bagi
kita. Semua ini aku tulis ketika KITA masih bersama namun tak pernah aku
publikasikan.
Kamu. Kamu adalah
seseorang yang dapat menghuni bagian hati kecilku sekarang, mudah-mudahan
sampai nanti.
“Semua yang kamu
katakan membuatku berfikir dan bertanya pada hati”
Ketika semua candaanmu
padaku sudah dibilang lebih dari kata “wajar”. Aku hanya bisa merenung dan
bertanya pada hati apa ini suatu tanda bahwa kamu menyukaiku? tapi semua
pikiran itu kutepis jauh-jauh karena aku takut tenggelam dalam sebuah harapan
semu yang aku buat sendiri.
“Ketika hati dan otak tidak sepaham”
Tidak selalu hati dan
otak mempunyai pilihan yang sama. Hati berkata “ini” dan otak menepis dengan
berkata “itu”. Itulah yang aku rasakan ketika kenyamanan mulai tumbuh merasuk
dihati saat dekat denganmu. Masuk begitu saja tanpa permisi.
“Hati resah tanpa alasan”
Entah mengapa semenjak
kedekatan “kita” yang masih dalam status teman ini selalu membuatku resah.
Entah resah apa yang aku rasakan. Karna ini resah tanpa alasan. Yang pasti
semua keresahan ini jawabannya ada pada dirimu.
“Indahnya getaran hati karena cinta, mampu mengusik kupu-kupu
dalam lambung”
Rasanya sungguh tak
wajar jika dekat denganmu aku merasakan gelitikan kupu-kupu dalam perutku.
Berulang kali aku merasakannya. Apakah ini yang namanya cinta? Entah ini apa
artinya. Tetapi itu yang aku rasakan setiap bertemu denganmu. Memandangmu.
Kurasakan gelitikan kupu-kupu dalam perut. Perasaan bahagia yg menyesakkan
hati. Kurasa cinta.
“Sendiri dalam gelap yang diselimuti benteng kesunyian”
Sendiri. Mengartikan
semua yang telah terjadi. Sunyi. Gelap. Itu yang kurasa. Ketika sapamu diujung
telpon mulai berakhir.
“Ketika deburan galau dan ombak gelisah melanda hati,
membuatku merana”
Rasa kalut. Dilema.
Bimbang. Apakah kamu orang yang tepat
untuk kuijinkan menghuni bagian hati yang terasa hampa?
“Cinta itu butuh waktu
untuk dirasa”
Rasa tak bisa
dipaksakan. Bahkan butuh waktu untuk merasakannya. Pembuktian tak semudah kamu
ucapkan. Tapi rasa ‘itu’ tiba-tiba saja
menghuni bagian hati kecilku. Ketika kamu mengungkapkan isi hatimu terhadapku.
“Jeritan hati mampu mengoyak air mata yang telah lama tak
terusik”
Kamu hebat yah. Udah
bisa bikin aku nangis. Aku yang keras jadi melunak. Air matapun ikutan terjun
juga loh. :')
Dulu kamu memang bukan pertama untukku, tapi kamulah satu-satunya.
Tetapi semua tertepis begitu saja ketika sikap dan perilakumu berubah. Hingga aku
lupa bagaimana rasanya dijadikan kesayangan dan dirindukan karena terlalu
sering kamu abaikan. Sepuluh bulan yang terlewati begitu saja. Aku tidak pernah memaksamu untuk menghuni bagian ranting
hatiku. Hingga aku berani melepaskanmu dan mempersilahkanmu untuk pergi mencari
wanita yang rela berlelah untukmu tanpa banyak menuntut apapun. Terima kasih untuk semua rasa yang telah kamu
berikan, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
*tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel bernard batubara* @gramedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar