Rabu, 02 April 2014

surat untuk mantan



Entah bagaimana mengawali perkataan yang aku tulis ini. Karena aku bukan seorang pujangga yang dapat merangkai kata-kata indah untukmu. Aku hanya ingin mengungkapkan rasa yang slama ini kupendam. Agar kamu tau, perasaan yang aku alami terhadapmu. Tetapi bukan maksud untuk mengingatkanmu pada masa lalu yang kini telah menjadi sejarah bagi kita. Semua ini aku tulis ketika KITA masih bersama namun tak pernah aku publikasikan.

Kamu. Kamu adalah seseorang yang dapat menghuni bagian hati kecilku sekarang, mudah-mudahan sampai nanti.

 “Semua yang kamu katakan membuatku berfikir dan bertanya pada hati”
Ketika semua candaanmu padaku sudah dibilang lebih dari kata “wajar”. Aku hanya bisa merenung dan bertanya pada hati apa ini suatu tanda bahwa kamu menyukaiku? tapi semua pikiran itu kutepis jauh-jauh karena aku takut tenggelam dalam sebuah harapan semu yang aku buat sendiri.

“Ketika hati dan otak tidak sepaham”
Tidak selalu hati dan otak mempunyai pilihan yang sama. Hati berkata “ini” dan otak menepis dengan berkata “itu”. Itulah yang aku rasakan ketika kenyamanan mulai tumbuh merasuk dihati saat dekat denganmu. Masuk begitu saja tanpa permisi.

“Hati resah tanpa alasan”
Entah mengapa semenjak kedekatan “kita” yang masih dalam status teman ini selalu membuatku resah. Entah resah apa yang aku rasakan. Karna ini resah tanpa alasan. Yang pasti semua keresahan ini jawabannya ada pada dirimu.

“Indahnya getaran hati karena cinta, mampu mengusik kupu-kupu dalam lambung”
Rasanya sungguh tak wajar jika dekat denganmu aku merasakan gelitikan kupu-kupu dalam perutku. Berulang kali aku merasakannya. Apakah ini yang namanya cinta? Entah ini apa artinya. Tetapi itu yang aku rasakan setiap bertemu denganmu. Memandangmu. Kurasakan gelitikan kupu-kupu dalam perut. Perasaan bahagia yg menyesakkan hati. Kurasa cinta.

“Sendiri dalam gelap yang diselimuti benteng kesunyian”
Sendiri. Mengartikan semua yang telah terjadi. Sunyi. Gelap. Itu yang kurasa. Ketika sapamu diujung telpon mulai berakhir.

“Ketika deburan galau dan ombak gelisah melanda hati, membuatku merana”
Rasa kalut. Dilema. Bimbang. Apakah kamu orang  yang tepat untuk kuijinkan menghuni bagian hati yang terasa hampa?

 “Cinta itu butuh waktu untuk dirasa”
Rasa tak bisa dipaksakan. Bahkan butuh waktu untuk merasakannya. Pembuktian tak semudah kamu ucapkan.  Tapi rasa ‘itu’ tiba-tiba saja menghuni bagian hati kecilku. Ketika kamu mengungkapkan isi hatimu terhadapku.

“Jeritan hati mampu mengoyak air mata yang telah lama tak terusik”
Kamu hebat yah. Udah bisa bikin aku nangis. Aku yang keras jadi melunak. Air matapun ikutan terjun juga loh. :')

Dulu kamu memang bukan pertama untukku, tapi kamulah satu-satunya. Tetapi semua tertepis begitu saja ketika sikap dan perilakumu berubah. Hingga aku lupa bagaimana rasanya dijadikan kesayangan dan dirindukan karena terlalu sering kamu abaikan. Sepuluh bulan yang terlewati begitu saja. Aku tidak pernah memaksamu untuk menghuni bagian ranting hatiku. Hingga aku berani melepaskanmu dan mempersilahkanmu untuk pergi mencari wanita yang rela berlelah untukmu tanpa banyak menuntut apapun. Terima kasih untuk semua rasa yang telah kamu berikan, yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. 

*tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel bernard batubara* @gramedia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar