Masih berartikah dua puluh sembilan
untukmu? Masih ingatkah kenangan manis yang kau buat membekas dalam pikiranku?
Dua puluh sembilan dalam enam bulan yang lalu. Senyumku selalu mengembang jika
mengingatnya. Konyol. Mengapa itu terjadi? Apakah tepat keputusan kita untuk
merajut cerita dalam kasih? Hanya sang maha pencipta yang tau dan menjadi saksi
di hari dua puluh sembilan itu. Tempat yang tak berkesan romantis. Tak ada
kata-kata manis yang kau ucapkan saat itu.
“Rasa ini berBEDA jika berada
didekatmu” kalimat pertama yang kau ucapkan saat itu.
“Aku gak mau kamu pergi
kemana-mana” lanjutmu.
“Memangnya aku mau pergi kemana?”
dengan bodohnya aku menanggapi keseriusanmu oleh kekonyolanku ini.
“Maksudku aku gak mau kamu pergi
kehati pria lain, kamu mau gak jadi pacar aku?” ucapmu tanpa basa-basi kembali.
Kalimat yang mampu membuatku
menahan nafas sejenak. Perkenalan yang kita lewati di kelas DESAIN GRAFIS
ternyata menumbuhkan rasa yang berbeda. Rasa yang tak sewajarnya. Rasa ingin
memiliki.
Pilihan terberat untukku. Aku tau
hati itu bukan untuk dipilih. Dia akan tau dimana tempat untuk ia berlabuh.
Tempat ia merasakan kenyamanan. Yang sudah aku rasakan ketika bersamamu.
Dua puluh sembilan dimana kita
membuka lembaran baru untuk menorehkan semua cerita suka dan duka bersama. Merajut
kasih dengan segala keterbatasan. Mengukir kata cinta tanpa kemesraan yang
berlebihan. Perselisihan adalah bumbu dari cerita kasih kita.